BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia melalui penyediaan perumahan secara merata, khususnya bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, sangat rendah dan kelompok berpenghasilan informal, maka diperlukan upaya penyediaan perumahan murah yang layak dan terjangkau akan tetapi tetap memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan
Dalam upaya memenuhi ketiga persyaratan dasar tersebut diatas serta memenuhi tujuan dari penyediaan perumahan bagi kelompok masyarakat tersebut maka perlu disediakan suatu rancangan yang memenuhi standar minimal. Pendekatan penyediaan rumah selama ini lebih diseragamkan, sehingga terdapat beberapa kendala di lapangan diantaranya kesenjangan harga yang sangat menyolok diantara beberapa daerah. Selain itu terlalu dipaksakan satu standar nasional untuk seluruh daerah. Bentuk rancangan tidak mengakomodasi potensi setempat sehingga menjadi mahal.
Pada kenyataannya Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana setelah 2 -3 tahun pasca huni, mengalami perubahan yang dilakukan oleh pemiliknya, sebagian besar perubahan tesebut hanya menyisakan satu ruangan. Perubahan ini didorong oleh adanya sifat manusia, yang pada kodratnya selalu ingin dan berupaya mengungkap jati dirinya. Prototype standar tersebut seringkali tidak dapat diterapkan di daerah, misalnya atap genteng yang tidak tersedia di lokasi karena tidak biasa digunakan. Biaya tinggi pada saat perbaikan atau renovasi inilah yang menjadikan konsumen berspekulasi membeli karena nilai tanahnya, sehingga kelompok sasarannya sudah bergeser ke segmen yang lebih mampu.
Harga rumah sederhana di beberapa daerah meningkat sangat tinggi, disebabkan beberapa material dasar yang harus didatangkan dari daerah lain, karena di daerah tersebut ketersediaannya sangat terbatas. Akibatnya harga material bangunan sampai di tempat menjadi sangat tinggi, bahkan menjadi dua kali lipat harga dasarnya. Akhirnya kelompok sasaran yang direncanakan justru tidak dapat menjangkau fasilitas ini. Sehingga dengan kelemahan-kelemahan tersebut, fasilitas ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki prospek ekonomi atau yang memiliki kemampuan lebih pada saat itu dan menjadikannya sebagai komoditi yang spekulatif. Nilai masa depan rumah dan tanah inilah yang menjadi lebih menarik bagi mereka yang mempunyai kemampuan lebih.
Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa penyediaan perumahan yang layak merupakan masalah nasional,terutama bagi daerah pekotaan yang berkembang pesat.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.
b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.
Pembangunan Rumah Susun adalah salah satu alternatif jawaban atas tuntutan permasalahan kota besar dengan kepadatan penduduk yang relatif besar, pertumbuhan ekonomi yang cepat serta intensitas pembangunan yang tinggi. Karakteristik permasalahan yang melekat kemudian adalah :
° nilai ekonomi lahan yang semakin tinggi
° luas lahan yang terbatas
° tuntutan akan penataan wilayah yang terarah
° tuntutan penyediaan pemukiman yang layak untuk masyarakat
Karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak, dan juga bereskalasi kepada permasalahan perkotaan, umumnya pembangunan Rumah Susun diprakarsai oleh Pemerintah (Pemda), dan sebagian lagi menyertakan pihak swasta dalam pengadaannya.
Yang menarik adalah bahwa beberapa Rumah Susun dibangun sebagai akibat atau setelah terjadinya musibah kebakaran di suatu lingkungan pemukiman padat penduduk. Untuk membangun kembali wilayah yang terkena musibah, maka dibangunlah Rumah Susun sebagai penggantinya, dengan maksud selain menanggulangi kebutuhan masyarakat yang terkena musibah tersebut akan hunian, sekaligus juga melindungi mereka agar musibah yang sama tidak terulang. Tentu tuntutan-tuntutan akan pemenuhan kebutuhan masalah perkotaan, turut pula menjadi bahan pertimbangan. Dari uraian di atas, yang menjadi masalah adalah apakah semua tuntutan tersebut (terhadap masalah-masalah pemukiman dan perkotaan) dapat terpenuhi dengan dibangunnya Rumah Susun.
Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian-bersama dari bangunan tersebut serta benda-bersama dan tanah-bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia
1.2. Tujuan Dan Sasaran
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana status social masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo.
2. Apakah keberadaan rumah susun Urip Sumoharjo sudah menjadikan suatu tempat hunian yang nyaman bagi warganya ?
3. Apakah rusun Urip Sumoharjo sudah bisa menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang bagi warganya.
Sasaran dari penelitian ini adalah :
Apakah suasana dan lingkungan rumah susun ini bisa membuat penghuninya kerasan, dan apakah rumah susun ini bisa dijadikan tempat tinggal terakhir bagi penghuninya.
1.3. Lingkup Objek Study
Ruang lingkup penelitian ini kami memilih rumah susun Urip Sumoharjo Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegalsari Surabaya karena kami rumah susun ini memiliki beberapa keunikan. Antara lain dari sejarah awalnya didirikan rumah susun ini, bentuk susunan bangunan rumah susun, dan karakteristik masyarakat yang sangat beragam sekali sehingga dari itu kami mencoba untuk menggali lebih banyak data dari penelitian ini untuk mencapai hasil yang bisa bermanfaat nantinya. Rumah susun ini memiliki beberapa blok yaitu blok A, blok B, dan blok C, dan kami mengambil data dari perwakilan di semua blok tersebut.
1.4. Metodologi
Jenis penelitian menggunakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana status social masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo, apakah keberadaan rumah susun Urip Sumoharjo sudah menjadikan suatu tempat hunian yang nyaman bagi warganya ? dan apakah rusun Urip Sumoharjo sudah bisa menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang bagi warganya ?
Maka dari itu untuk melaksanakan tugas penelitian di atas maka kami harus menggali dari data-data tentang rumah susun Urip Sumoharjo. Adapun jenis data itu antara lain :
a. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang menunjukkan kualitas mutu dari sesuatu yang ada berupa keadaan, proses kejadian, peristiwa dan lain-lain yang dinyatakan dalam bentuk perkataan. Yaitu data mengenai lokasi, data masyarakat rumah susun Urip Sumoharjo, data bangunan dan lain-lain.
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang menyatakan dalam bentuk angka. Data ini mengenai jumlah penghuni yang merasa nyaman berada di rumah susun Urip Sumoharjo, jumlah masyarakat penghuni rumah susun yang berpenghasilan rendah, dan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah di rumah susun Urip Sumoharjo.
Selain itu kami juga menggunakan beberapa metode dalam penggalian data dalam penelitian ini, antara lain :
1. Metode interview
Metode interview adalah suatu proses tanya jawab lisan yang dilakukan oleh pewawancara untuk mendapatkan informasi dari yang terwawancara. Yaitu kami mencoba berwawancara dengan sebagian penduduk untuk memperoleh data yang lebih akurat.
2. Metode angket atau kuesioner
Kuesioner (angket) sebagai alat pengumpulan data adalah sejumlah pertanyaan tertulis, yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden. Angket dapat juga sebagai interview tertulis. Metode ini digunakan untuk mengetahui data berapa anggota keluarga tiap rumah, penghasilan dan kenyaman bertempat tinggal penghuni rumah susun Urip Sumoharjo.
BAB II
TINJAUAN UMUM OBJEK STUDY
TINJAUAN UMUM OBJEK STUDY
2.1. Lokasi Proyek Atau Objek Study
Lokasi proyek atau obyek study adalah di rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegalsari Surabaya. Lokasi sangat mudah di jangkau karena bangunan ini terletak di tengah kota surabaya. Rusun Urip Sumoharjo berada di perkampungan padat penduduk sehingga bangunan ini sangat menojol di banding dengan bangunan-bangunan di sampingnya. Tetapi tidak jauh rusun ini banyak dijumpai bangunan-bangunan tinggi yang tentu saja menimbulkan efek bagi penghuni rumah susun itu. Tetapi lokasi yang strategis di tengah kota memberikan nilai tersendiri bagi penghuni rumah susun Urip Sumoharjo.
2.2. Spesifikasi Objek Study Atau Lingkup Kawasan Di Masing-Masing Rumah.
Rumah susun Urip Sumoharjo berada di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegalsari Surabaya. Rumah susun ini terletak di area seluas 2000 m2, terdiri dari 3 Blok (A,B dan C), dimana masing masing blok terdiri :
a. Ketinggian bangunan 4 lantai.
b. Tiap lantai terdiri dari 10 unit hunian dengan ukuran 3mx 6m, ditambah 2mx 0.8 m berupa balkon belakang, dan selasar depan selebar 1,5 m.
c. Total unit hunian : 120 unit; namun yang dipakai sebagai hunian murni hanya 115 unit, karena 5 unit yang lain dipakai sebagai fasilitas umum bersama.
Fasilitas Umum / Penunjang yang tersedia:
a. Mushola dan TPA : 1 unit berada di lantai 1
b. Balai RW : 1 unit terletak di lantai 1
c. Ruang serbaguna : 3 unit di lantai 1
d. Pos Jaga
e. Ruang Karang Taruna (swadaya warga)
f. Parkir motor dan mobil yang dikelola oleh Karang Taruna
2.3. Sejarah Objek Study
Pada mulanya wilayah tempat berdirinya rusun ini merupakan kawasan perkampungan yang padat dan rapat. Sejarah rusun berlokasi di area central kota pahlawan ini, dimulai ketika api yang bersumber dari kebakaran Horizon Supermarket merembet serta membumi hanguskan sebagian pemukiman warga disebelah barat pusat perbelanjaan tersebut, tepatnya di kawasan Jln Urip Simoharjo pada tanggal 26 Agustus 1982. Saat itu sekitar pukul 15.30 WIB, api yang berasal dari lantai-2 Horizon Supermarket berkobar begitu cepat. Serta merta sebisa mungkin warga berusaha untuk menyelamatkan harta benda mereka, dan menghalau si-jago merah yang mengamuk membabi buta kesegala arah. Akibat kejadian tersebut ratusan warga yang menjadi korban, harus rela kehilangan tempat tinggal mereka yang tak disangka untuk selamanya, sekitar 83 rumah di tempat itu hangus terbakar.
Pasalnya, selain tidak adanya suatu penyelesaian dari pihak Horizon, yang seharusnya bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Pemerintah juga tidak mengijinkan warga, walaupun dengan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah mereka yang telah rata dengan tanah. Kedaulatan yang tidak lagi berada ditangan rakyat, menjadikan para pemimpin makin manja dengan persoalan segala persoalan yang terjadi. Masyarakat yang dihantui akhirnya keder dengan ancaman-ancaman dari aparat terkait mengenai status mereka yang dianggap penganut paham Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memang pada saat itu selalu dikambing hitamkan oleh pemerintah, menganggap dirinya-lah paling benar. Dengan dalih untuk pembangunan, pemerintah mengkonsep pembangunan rusun yang pertama, diatas tanah warga sendiri, sebagai tempat tinggal mereka nantinya. Selama kurun waktu tiga tahun, warga diungsikan ke makam Kecacil Pandegiling (saat ini Puskesmas), menunggu terselesaikannya pembangunan rusun. “Makam kuno yang tak terawat” itulah anggapan orang pada waktu itu. Seperti mencabut rumput liar, batu-batu nisan
Sebagai tanda pengenal pada makam-makam yang ada-pun menjadi sasaran utama pembersihan. Setelah diplester semen komplek pekuburan akhirnya tampak rata. Ditambah dengan dibangunnya 3 barak dari sumbangan 5 juta rupiah dari pemerintah, makam-pun siap menjadi lokasi pengungsian ala-Indonesia untuk menampung warga. Banyak warga saat itu memilih tinggal sementara waktu ditempat sanak saudara mereka ataupun lebih memilih untuk sewa rumah sendiri, walaupun dengan dana pribadi, dengan alasan keamanan ataupun dikarenakan lokasi makam yang terkesan angker. Selama sekitar tiga tahun berada dilokasi pengungsian makam kecacil, warga dengan sabar menunggu terselesaikannya pembangunan rumah susun (rusun) yang telah dijanjikan oleh pemerintah sebelumnya, sambil tetap menjalankan aktivitas sehari-hari.
Berdirinya rusun Urip Sumoharjo pada tahun 1985 atas kerjasama Pemkot Surabaya dengan PT Barata akhirnya menjawab janji pemerintah untuk menyediakan sarana tempat tinggal bagi warga. Namun sekali lagi warga kembali menelan ludah kekecewaan.Rumah yang mereka idam-idamkan selama ini ternyata jauh dari harapan. Diresmikan oleh Hj Wijaya, pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Surabaya. Gedung rusun lebih mirip lokasi penampungan daripada hunian masyarakat normal pada umumnya, dengan struktur dari rangka besi terbuka untuk bangunan. Pembangunan rusun yang perancangannya dikerjakan secara asal itu-pun, dalam tempo waktu kurang dari 20t ahun akhirnya mengalami kekeroposan serta erosi pada pilar-pilar penyangganya. Dikarenakan keresahan warga terhadap kondisi bangunan yang setiap saat bisa mengancam jiwa penduduk, warga kemudian mengajukan permohonan kepada pihak pemerintahan kota, untuk merenovasi bangunan rusun. Pengajuan permohonan warga melalui proporsal mendapat respon positif dari pemerintah kota. Dengan hasil survei yang menerangkan bahwa bangunan rusun memang sudah tidak layak, serta tidak bisa dilakukan renovasi (tambal sulam) bangunan. Rusun akhirnya diputuskan untuk dibangun ulang, dengan biaya APBN yang dianggarkan melalui APBD sebesar 10 Milyard rupiah.
Eksisting bangunan Rumah Susun Urip Sumoharjo, materialnya mengalami penurunan kualitas setelah 19 tahun berdiri
Pada tahun 2003, warga kembali direlokasi demi pembaharuan rusun untuk kedua kalinya, selama 2 tahun. Dengan dana konspensasi dari pemerintah sebesar 8 juta per-lokal-gedung (ruangan) pada rusun. Total keseluruhan 145 lokal-gedung, termaksud mushola maupun gedung serbaguna yang turut mendapat konspensasi dari warga. Pasang-surut sempat mewarnai pembangunan rusun kedua. Proses pengerjaan yang sempat terhenti selama 4 bulan, memancing warga menggelar demo agar pembangunan segera dilanjutkan. Akhir tahun 2005, rusun kembali menjadi rumah warga. Kepuasan tampak pada diri warga dengan kelayakan bangunan dibandingkan dengan rusun terdahulu yang dibangun dengan rangka besi.
Sayangnya, pengamatan yang diperoleh dari lapangan menyebutkan sampai saat ini bentuk fisik rusun dari tiga gedung (A,B,C) memiliki kelemahan pada fasilitas mushola, yang kemasukkan air saat hujan serta untuk kebocoran atap gedung B yang terbilang parah. Namun kekecewaan terbesar bagi warga datang, saat penagihan uang sewa dari Pemkot melalui pengurus RW XIV Rusun Urip Sumoharjo, sebesar hampir 150juta per-tahunnya, yang dibebankan pada 120 penghuni local-gedung rusun, sehingga masing-masing warga ditekan dengan biaya sewa 104ribu/bulan perlokal gedung. Dengan alasan untuk perawatan gedung, serta biaya penerangan lorong-lorong pada rusun. Tentunya hal ini sangatlah memberatkan bagi sebagian warga yang kebanyakan mengalami kelemahan pada sisi perekonomian.
2.4. Karakteristik Masyarakat Berkaitan Dengan Aspek Social Budaya Politik Dan Ekonomi.
Penghuni rumah susun Urip Sumoharjo kebanyakan adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Banyak dari mereka yang berpenghasilan rendah. Seperti pedagang keliling, karyawan, buruh, sopir, kondektur bis dan lain sebagainya. Namun juga ada yang pegawai negeri ataupun pejabat pemerintah. Masyarakat penghuni rumah susun biasanya lebih akrab dan lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya. Tidak seperti masyaakat perumahan yang dibatasi dengan dinding pagar yang tinggi, tetapi masyarakat di sini lebih mengenal tetangganya malah kadang mereka menganggap tetangganya itu adalah bagian dari saudara mereka.
Berdasarkan data sampel maka dapat digambarkan grafik sebagai berikut :
2.5. Kajian Teori
Basic Need :
Diagram Hirarki Kebutuhan Maslow.
Kita ambil saja hirarki kebutuhan menurut maslow, pada tinkat terbawah rumah memberikan perlindungan terhadap gangguan binatang dan alam, berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur, dan pemenuhan fungsi badani. Pada tingkat atasnya, rumah sebagai tempat untuk menjalankan ritual, penyimpanan barang – barang berharga , menjamin hak pribadi. Dalam kebutuhan sosial, rumah memberikan peluang untuk interaksi dan aktifitas komunikasi yang akrab denganlingkungan sekitar : teman, tetangga keluarga. Lebih dari itu rumah memberikan peluang tumbuhnya harga diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri bisa dirupakan dalam bentuk pewadahan kretaifitas dan pemberian makna yang lebih pribadi, rumah tidak cukup lagi untuk hidup, tetapi sudah mengembangkan keinginan pribadi seperti pengembangan hobby, realisasi diri dan jati diri.
Preferensi dan tuntutan kebutuhan orang selalu berubah, sejalan dengan perubahan kondisi status ekonominya.
Kita mengetahui bahwa rumah mengandung arti yang sangat penting bagi penghuninya. Fasilitas perumahan terdiri dari 3 (tiga) jenis dalam segi penggunaan bangunan itu sendiri, yakni :
a. Rumah yang dihuni oleh pemilik rumah itu sendiri
b. Rumah yang sengaja disewakan atau dijadikan tempat kos oleh pemilik rumah itu sendiri.
c. Rumah yang digunaan untuk tempat usaha, seperti berdagang, membuka warung, menjahit, potong rambut, dll.
Perumahan dan pemukiman mempunyai 5 (lima) fungsi, yaitu :
a. Sebagai proses sosial, yaitu dengan mengadakan interakasi bersama anggota keluarga.
b. Sebagai proses ekonomi, yaitu dengan menjadikan tempat tinggal sebagai tempat usaha seperti berjualan, disewakan, dll.
c. Sebagai proses biologis.
d. Sebagai proses politik, seperti mengadakan musyawarah keluarga .
e. Sebagai proses fisik, seperti perlindungan terhadap panas, hujan, dll.
Definisi Rumah Susun., adalah: “Bangunan gedung bertingkat , yang dibangun dalam satu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dan dalam arah horisontal maupun vertikal sebagai satuansatuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama/benda bersama dan tanah bersama.”(Data UU RI No.16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun).Jadi, pengadaan Rumah Susun, adalah didasarkan alasan penghematan lahan dan kemampuan daya tampung/kapasitas yang tinggi dari bangunannya; yang peruntukannya bagi warga masyarakat tergusur dan kalangan berpenghasilan rendah yang belum memiliki rumah pribadi. Kenyataan dilapangan memperlihatkan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah tadi, bisa mengadaptasi pola kehidupan vertikal dalam Rumah Susun.
Adapun tujuan pemerintah menempatkan warga masyarakat golongan berpenghasilan rendah / tergusur di dalam Rumah Susun; adalah agar mereka, dapat hidup secara layak-dalam rumah yang sehat, manusiawi serta sekaligus menjunjung kehidupannya. (Data UU RI No. 16,Tahun 1985, Tentang “Rumah Susun”).
Sedangkan Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian-bersama dari bangunan tersebut serta benda-bersama dan tanah-bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia
Rumah sebagai identitas pemilik, kepemilikan, keamanan perumahan, perabot yang modern , tidak semuanya di miliki oleh penghuni rumah susun. Maka dari itu dari hasil survei iini kami mencoba mencari apakah fungsi rumah tersebut benar – benar teraplikasikan rumah susun Urip Sumoharjo.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS ATAU KOMPILASI DALAM SURVEI
TINJAUAN KHUSUS ATAU KOMPILASI DALAM SURVEI
3.1. Karakteristik Data Masyarakat
Terdiri dari 3 RT yang merupakan bagian dari RW 14 . Penghuni sangat bervariasi, sebagian besar terdiri dari penghuni lama yang sudah berpuluh tahun tinggal disana sejak belum dibangunnya rusun.
Dari penelitian kami dapat memberikan analisa bahwa latar belakang pendidikan penghuni rumah susun Urip Sumoharjo adalah 57 % lulusan SLTA,12% lulusan STM/SMK, 8% orang berpendidikan Diploma, 8 % Sarjana, 11% berpendidikan SMP, dan 4% berpendidikan SD. Jadi sebenarnya masyarakat rumah susun Urip Sumoharjo masih tergolong orang berpendidikan yang layak.
Sedangkan jika dilihat dari segi ekonomi masyarakat umumnya berpenghasilan tidak tetap, karena hampir 50% warga adalah wiraswasta, yaitu dengan berdagang, menjahit,sopir angkot, dll. 46 % warga bekerja di bidang swasta, yakni dengan menjadi karyawan di suatu perusahaan, sales, dll. Dan 4% lainnya bekerja diinstansi pemerintahan, seperti Pegawai Negeri, Guru, dll.
3.2. Karakteristik Data Perumahan
Untuk RSS Urip Sumoharjo ini dibuat dengan model Rusun seperti di luar negeri. Rusun tidak dibangun model blok berjejer tetapi dibuat setengah melingkar dengan bangunan depan menghadap jalan. Blok I menghadap Jl.Urip Sumoharjo, blok 2 menghadap Jl.Keputran Jambon dan blok 3 menghadap ke Jl.Kedondong
Unit hunian pada rusun yang baru dibuat lebih luas dari yang lama dengan penambahan fasilitas utilitas yang lebih tertata.
1. Luas tiap unit hunian adalah 3mx6m untuk ruang utama, ditambah dengan 2mx3m untuk ruang service, yaitu KM/WC, dapur dan cuci/jemur.
2. Selasar lebar 2 m dibuat berhadapan didepan sehingga orientasi unit ke luar gedung (jalan raya).
3. Tangga dibuat di tengah blok berukuran yang lebar(4 m) dan leluasa sebagai sarana sirkulasi utama vertikal
4. Mengingat luasan lahan yang tersedia, maka jumlah blok yang direncanakan hanya mampu 3 blok (115 unit untuk umum), namun dengan jumlah unit yanglebih banyak, dengan rincian tiap bloknya sebagai berikut :
- Lantai 1 terdiri dari 22 unit hunian ditambah dengan 9 unit untuk fasilitas umum.
- Lantai 2,3 dan 4 terdiri dari 31 unit hunian.
- Fasilitas Penunjang berupa: Dapur Umum,Gudang, TPA/TK(4 unit) Koperasi, Karang Taruna, PKK
Konstruksi :
• Struktur utama memakai baja
• Tangga memakai gabungan baja dan plat beton
• Plat lantai beton, plester, namun sudah banyak yang dikeramik oleh warga sendiri
• Dinding bata, diplester dan dicat
• Tanpa plafon
• Atap asbes gelombang
Tetapi dari unit-unit di atas para masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo ini membuat partisi sendiri di dalam rumahnya. Yaitu ruang utama dijadikan dua atau bahkan ada juga yang menjadikan tiga ruangan, antara lain ruang tidur dan ruang tamu. Sedangkan ruang tamu biasanya kalo malam dijadikan sebagai ruang tidur juga.
3.3. Karakteristik Pembiayaan Perumahannya.
Tahap I pembangunan seluruh fisik dengan anggaran Rp 5 milyar. Sedangkan tahap II finishing dan diperkirakan butuh anggaran Rp 4 milyar . Seluruh anggaran ini diberikan Propinsi Jawa Timur.
Pengelolaan rusun yang lama seperti di Urip Sumoharjo tarip hunian Rp 20 ribu/bulan. Sedangkan rusun baru tarip yang diusulkan untuk sewa masing-masing sebesar Rp 75 ribu/bulan, Rp 85 ribu/bulan dan Rp 90 ribu/bulan. Akan tetapi pada kenyataannya tarif rumah susun (rusun) Urip Sumoharjo besarnya Rp 104.000 per bulan. Padahal sudah ada kesepakatan antara Pemerintah Kota Surabaya dan warga bahwa biaya sewa rusun besarnya Rp 60.000 per bulan. Biaya sewa rumah susun belum termasuk dengan uang PDAM, listrik, dan keamanan.
Pekerjaan penduduk penghuni rumah susun Urip Sumoharjo antara lain adalah : sales, sopir, pegawai swasta, pedagang, wiraswasta, kondektur, mekanik bengkel, guru, tukang becak, buruh dan lain-lain. Sehingga penghasilan mereka relatif rendah maka dari itu untuk pembiayaan mereka pada tiap rumah-rumah mereka yaitu dengan menabung sedikit-sedikit dari penghasilan mereka tiap bulan. Jadi masyarakat rusun Urip Sumoharjo membiayai rumahnya dengan gaji bulanan mereka bagi yang menjadi karyawan sekarang tukang becak membiayai rumah dengan menabung sedikit demi sedikit penghasilan perharinya. Bahkan tak kadang-kadang mereka harus menghutang karena minimnya penghasilan mereka.
3.4. Tata Cara Memperbaiki / Perolehan Perumahannya (Berkaitan Dengan Biaya Dan Waktu).
Sebagian besar masyarakat rumah susun Urip Sumoharjo adalah masyarakat statis. Dalam artian mereka lebih menjadikan rumah sebagai tempat tinggal saja. Mereka tidak menjadikan rumahnya sebagai identitas bagi mereka. Tapi ada juga dari masyarakat penghuni rumah susun ini yang merawat rumah dengan baik sekali. Terbukti dari berbagai gambar-gambar mural yang ada pada dinding rumah mereka membuktikan bahwa mereka ingin menjadikan rumahnya menjadi menarik.
Dan untuk memperbaiki rumahnya penghuni rumah susun melakukannya dengan sendiri-sendiri dalam katagori kerusakan kecil tetapi kalo kerusakannya besar maka setidaknya mereka harus melaporkan kepada pihak pengelola.
Dua blok Rumah Susun Urip Sumoharjo yang berdekatan menyebabkan kurangnya cahaya bagi penghuni
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA
PEMBAHASAN DAN ANALISA
4.1 Penerapan Lima Aktifitas Pada Rumahnya.
Ada 5 fungsi perumahan dan permukiman, yaitu :
a. Sebagai proses sosial, yaitu dengan mengadakan interakasi bersama anggota keluarga.
Pada fungsi ini terlihat dari keakraban hubungan antar anggota keluarga, hubungan antar tetangga penghuni rusun yang terlihat. Hal ini berarti fungsi ini teraplikasi dengan baik.
b. Sebagai proses ekonomi, yaitu dengan menjadikan tempat tinggal sebagai tempat usaha seperti berjualan, disewakan, dll.
Pada fungsi ini terlihat pada adanya penghuni yng menyewa unit dengan melalui pemilik lama.
c. Sebagai proses biologis.
Pada fungsi ini terlihat dengan hampir 99% masyarakat penghuni rumah susun ini telah berkeluarga dan beranak cucu disini.
d. Sebagai proses politik, seperti mengadakan musyawarah keluarga .
Pada fungsi ini terlihat baik didalam lingkup keluarga atau antar penghuni yakni misalnya musyawarah mengenai pembangunan fasilitas umum, perawatan bahkan besarnya pengadaan dana perawatan lingkungan juga dilakukan permusyawarahan antar warga penghuni rumah susun.
e. Sebagai proses fisik, seperti perlindungan terhadap panas, hujan, dll.
Pada fungsi ini terlihat dengan penghuni yang tinggal dirumah susun ini tentunya perlu perlindungan dirinya, baik terhadap hujan maupun panas.
Kita ambil saja hirarki kebutuhan menurut maslow :
Pada tingkat terbawa yakni pemenuhan kebutuhan fisiologis rumah susun ini bisa dikategorikan mampu untuk memenuhi kebutuhan fisiologis penghuninya.
Pada tingkat bawah rumah memberikan perlindungan terhadap gangguan binatang dan alam, berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur, dan pemenuhan fungsi badani. Hal ini terlaksana dengan baik di dalam aktifitas penghuni Rusun.
Pada tingkat atasnya, rumah sebagai tempat untuk menjalankan ritual, penyimpanan barang – barang berharga , menjamin hak pribadi. Pada tingkat ini para penghuni masih dikatakan tidak terkondisi dengan baik, mengingat luasan ruangan dan segi keamanan yang kurang serta aktifitas harian dari penghuni itu sendiri yang umumnya menjadikan rumah nya sebagai rumah transit untuk memenuhi kebutuhan tingkat dasar yaitu rasa aman.
Dalam kebutuhan sosial, rumah memberikan peluang untuk interaksi dan aktifitas komunikasi yang akrab denganlingkungan sekitar : teman, tetangga keluarga. Lebih dari itu rumah memberikan peluang tumbuhnya harga diri. Mengingat dekatnya jarak mereka yang hanya terbatasi oleh tembok, maka tidak heran jika tingkat kepekaan sosial mereka tumbuh dan lebih tinggi dari masyarakat perumahan pada umumnya. Hal ini terkondisi karena persamaan keadaan dan tujuan.
Kebutuhan akan aktualisasi diri bisa dirupakan dalam bentuk pewadahan kretaifitas dan pemberian makna yang lebih pribadi, rumah tidak cukup lagi untuk hidup, tetapi sudah mengembangkan keinginan pribadi seperti pengembangan hobby, realisasi diri dan jati diri.
Dalam hal ini tidak semua penghuni mengarahkan rumah mereka untuk kegiatan aktualisasi diri. Kembali kepada tingkat ekonomi yang rendah, tujuan dan tingkat sosial yang beraneka ragam terasa sulit untuk mengarahkan atau menjadikan rumah sebagai tempat untuk mengaktualisaikan diri.
Aktifitas penghuni rumah susun Urip Sumoharjo tidak jauh berbeda dengan masyarakat pemukiman lain pada umumnya. Mereka yang hidup dari kecil di rumah susun ini masih merasa nyaman dengan keberadaan mereka di sana. Mereka sangat menikmatinya. Terbukti dari hasil angket yang kami bagikan kepada mereka apakah mereka nyaman dengan keadaan mereka di rumah susun Urip Sumoharjo ini atau tidak ? maka sebagian besar dari mereka menjawab ya dengan alasan karena kemampuan mereka memang sampai di situ. Dan dari data responden ada 4% responden yang merasa kurang nyaman berada di rumah susun Urip Sumoharjo ini.
4.2 Tanggapan Masyarakat Untuk Perumahannya Masa Kini Maupun Masa Yang Akan Datang.
Masyarakat rumah susun Urip Sumoharjo sebagian besar menganggap rumah yang mereka tempati sekarang adalah suatu tempat hunian yang nyaman. Sehingga kebanyakan dari mereka mereka lebih memilih tinggal di rumah susun ini selama hidup mereka dengan anak cucu mereka. Tetapi mereka juga tidak menganjurkan bagi anak cucu mereka untuk bertempat di rumah susun ini. Mereka lebih membebaskan anak cucu mereka menentukan tempat hidup mereka sendiri sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
4.3 Tanggapan Masyarakat Dengan Lingkungan Sekitar.
Rumah susun Urip Sumoharjo berada di perkampungan padat penduduk di tengah kota surabaya. Maka dari itu banyak sekali efek yang ditimbulkan dari lingkungan sekitar terhadap rumah susun itu. Tanggapan sebagian besar masyarakat rumah susun mereka sudah merasa terbiasa dengan kebisingan kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Jadi efek lingkungan ini tidak terlalu berpengaruh besar terhadap para penghuni rumah susun Urip Sumoharjo dalam melakukan segala aktifitasnya. Walaupun lingkungan sekitar rusun ini adalah bangunan-bangunan tinggi yang cenderung berkaca, tetapi menurut mereka itupun tidak menjadikan masa didalamnya. Dalam Rumah Susun, yang perencanaanya matang, kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang merupakan latar belakang kehidupannya, sengaja diantisipasi semaksimal mungkin dan selanjutnya dituangkan
kedalam tatanan dan kelengkapan ruangruangdidalam bangunan bertingkat tersebut.
Jelaslah bahwa “Ruang Bersama” yang keberadaannya, tidak formal tersebut, besar
menfaatnya bagi warga kampung, yang antara lain :
* Tempat bersosialisasi antar warga (bernilai sosial ).
* Tempat berjualan warga (bernilai ekonomi).
* Tempat melangsungkan kebiasaan/tradisi setiap warga (bernilai budaya).
Suasana guyub lebih terasa lagi, bila salah satu penghuni memiliki hajat atau menerima pesanan makanan untuk kepentingan pesta, maka hampir seluruh penghuni dalam lantai tersebut akan membantu dengan sukarela; dan berlangsung dalam Ruang Bersama yang terdekat.
4.4 Tanggapan Masyarakat Terhadap Fasilitas Umum Di Lingkungan Perumahannya.
Rumah susun Urip Sumoharjo memiliki fasilitas untuk memberikan kenyaman bagi para penghuni rusun. Fasilitas-fasilitas itu antara lain :
Mushola dan TPA
Balai RW
Ruang serbaguna
Pos Jaga
Ruang Karang Taruna
Parkir motor dan mobil yang dikelola oleh Karang Taruna.
Utilitas :
• Air bersih dan sumur bor
• Meter air di tiap unit
• Listrik 450 watt untuk tiap unit dengan meter listrik di tiap unit
• KM dan WC di tiap unit
Dan dari hasil analisa kami berdasarkan hasil survei dari 60% responden merasa puas dengan fasilitas umum yang ada di rumah susun Urip Sumoharjo sedangkan 4% responden merasa tidak puas dengan fasilitas yang ada.
Sejumlah warung yang pernah berdiri tak jauh dari kompleks rumah susun (rusun) Urip Sumoharjo, dan dianggap bermasalah lantaran berdiri diatas lahan fasilitas umum tersebut, kini ‘disulap’ menjadi sentra pujasera. Sekurangnya 15 kios, yang merupakan bangunan semi permanen terbuat dari triplek dan kayu, dilokasi kawasan Jl. Urip Sumoharjo itu terpaksa dirobohkan.
Sekurangnya 30 unit stand, rencananya dibangun digunakan sebagai sarana memperkenalkan aneka jajanan dan makanan khas Suroboyoan. Satu lagi jujugan untuk melengkapi selera kuliner ditampilkan di sudut kota Surabaya.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Masyarakat berpenghasilan rendah seperti kebanyakan di rumah susun lebih menempatkan pemilihan lokasi dekat lapangan kerja sebagai preferensi utamanya, kemudian menyusul kejelasan status pemilikan dan yang terakhir barulah penyediaan fasilitas sosial dan kenyamanan. Hal ini bertolak belakang dengan kelompok berpenghasilan tinggi yang menempatkan prioritasnya : kenyamanan dan tersedianya fasilitas sosial , baru kemudian status kepemilikan dan terakhir lokasi dekat lapangan kerja. Dari beberapa analisa di atas kami dapat menyimpulkan bahwa penghuni rumah susun Urip Sumoharjo sebagian besar berpendidikan tinggi . mengingat sulitnya lapangan kerja membuat mereka menjadi soerang pekerja wiraswasta yang tidak memiliki penghasilan menetap. Penghasilan mereka yang kurang menjadikan mereka mencari suatu hunian yang nyaman, aman dengan harga terjangkau, sehingga pilihan pun jatuh pada Rumah susun Urip Sumoharjo in yang kebetulan berada di pusat kota. Mereka masih ingin bertempat di rusun itu sepanjang hidup mereka. Walaupun mereka juga tidak menganjurkan bagi anak cucu mereka untuk bertempat di rusun itu.
Status sosial masyarakat penghuni rusun Urip Sumoharjo adalah golongan menengah ke bawah, yaitu mulai penarik becak sampai pegawai negeri sipil. Akan tetapi dari hasil survei mereka merasa nyaman untuk tinggal di rusun itu. Dan mereka merasa puas dengan fasilitas-fasilitas yang ada di rumah susun itu.
5.2. Saran
Dari hasil pengamatan kami, kami merasa masih banyak sekali kekuarangan yang ada di rumah susun ini, antara lain kebersihan dari barang-barang yang tidak tertata dengan baik cenderung menjadikan rumah susun ini terkesan kumuh. Maka dari itu sangat dibutuhkan sebuah rancangan bangunan yang memperhatikan kebersihan sehingga penghuni dapat sadar sendiri membersihkan rumahnya tampa harus di suruh oleh pengelola. Dan penambahan fasilitas yang dapat menambah kenyaman penghuni rusun.
Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, melalui strategi:
1. Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (primer dan sekunder), meliputi
(a) Peningkatan kualitas pasar primer melalui penyederhanaan perijinan, sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit, dan pengkajian ulang peraturan terkait;
(b) Pelembagaan pasar sekunder melalui SMF (Secondary Mortgage Facilities), biro kedit, asuransi kredit, lembaga pelayanan dokumentasi kredit; dan lembaga sita jaminan.
2. Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat, meliputi
(a) Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK);
(b) Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat;
(c) Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya; serta
(d) Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya.
3. Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, dapat berbentuk subsidi pembiayaan; subsidi prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman; ataupun kombinasi kedua subsidi tersebut.
4. Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin, meliputi
(a) Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan
usaha dan hidup produktif;
(c) Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya serta prasarana dan sarana usaha bagi keluarga miskin, serta
(d) Pelatihan teknologi tepat guna, pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko;1994, Jogjakarta, Percikan Masalah Arsitektur, perumahan, perkotaan
Supriyanto, Iwan,2004,Surabaya, Petra Jurnal,Reformasi Kebijakan Dan Strategi Penyelenggararaan Perumahan & Permukiman
Darmiwati, Ratna, 2002, Surabaya, Petra Jurnal, Studi Ruang Bersama dalam Rumah Susun bagi Masyarakat berpenghasilan rendah.
Cyber, Adbimedia, 2007, http://abdimedia.com
Suara Surabaya, Media;2007, penataan PKL
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan tidak ada halangan apapun.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Joko Santoso sekalu pembimbing mata kuliah pokok perumahan dan pemukiman sehingga kami dapat melaksanakan survei ini dan mencpai hasil atau data yang kami inginkan.
Terima kasih juga kepada semua pihak yang bersangkutan yang ikut berperan dalam pembuatan makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, mahasiswa Arsitektur UNTAG pada umumnya, pada kami pada khususnya.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik saran yang membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian kata pengantar ini atar perhatian kami ucapkan terima kasih
Penulis